HUKUM BETATO DALAM ISLAM DAN DALIL NAYA

HUKUM BETATO DALAM ISLAM DAN DALIL NAYA

Said al-Bakri al-Damyathi mengatakan:

“Wajib menghilangkan tato karena najis, yaitu menusuk kulit dengan jarum hingga berdarah kemudian ditaburkan getah nila, maka muncullah warna biru pada daging tubuh. Ini apabila tidak dikuatirkan mahzur tayamum yaitu sesuatu keadaan yang ditakuti yang mengakibatkan boleh bertayamum yang tersebut dalam bab tayamum. Adapun apabila dikuatirkan, maka tidak wajib dihilangkan secara mutlaq”. Berkata Bujairumy : “Apabila dilakukan pada saat bukan mukallaf seperti masa kanak-kanak dan gila maka tidak wajib menghilangkan secara mutlaq dan apabila dilakukan pada saat mukallaf dan dilakukan karena ada hajat maka tidak wajib menghilangkan secara mutlaq. Dan apabila dilakukan bukan karena hajat maka apabila dikuatirkan mahzur tayamum dengan sebab menghilangkannya maka tidak wajib menghilangkannya dan apabila tidak dikuatirkannya maka wajib. Dalam hal wajib menghilangkannya maka tidak dimaafkan dan tidak sah shalat besertanya” (Said al-Bakri al-Damyathi, ‘I’anah at-Thalibin, Thaha Putra, Semarang, juz I, Hal.107).

Dalam Fatawa al-Kubra al-Fiqhiah disebutkan: Ibnu Hajar Haitamy ditanya tentang hukum tato, apakah wajib dikelupas tato itu atau tidak ?. Beliau menjawab:

“Sharih kalam Syaikhain (an-Nawawi dan ar-Rafi’i) sesungguhnya tato itu wajib dikelupas apabila tidak dikuatirkan dharurat yang dapat memubahkan tayamum”. (Ibnu Hajar Haitamy, Fatawa al-Kubra al-Fiqhiah, Darul Fikri, Beirut, Juz I, Hal. 164)

Kesimpulannya adalah:

Membuat tato pada bagian tubuh adalah haram dan tidak sah shalat karena tubuh orang yang bertato bernajis dengan darah. Rosul juga melarang kita mebuatkan tato kepada orang lain karena Rosul melaknat mereka yang membuat tato dan yang memintanya, sebagaimana tertera di antara dalil-dalil di bawah ini:

Hadits